ditulis oleh Monica Haryanto, 29 April 2020
Setiap orang pasti memiliki ketakutan tersendiri. Takut untuk melakukan hal – hal yang baru, takut keluar dari zona nyaman, takut merugikan orang lain, dan sebagainya. Saya sendiri takut gagal, takut dibenci orang lain, takut punya konflik dengan orang lain, dan saya takut kalau saya berkonflik dengan diri saya sendiri. Oleh sebab itu, saya selalu berusaha untuk menghindar atau bahkan lari dari situasi yang dapat membawa saya ke dalam hal – hal demikian yang menurut saya, itu semua di luar kemampuan saya.
Saya menyadari satu hal bahwa sesungguhnya, kelemahan kita atau ketakutan yang saya miliki semua berawal dari hati dan pikiran. Dimana ketika saya mulai menghadapi masalah, saya mulai memiliki rasa khawatir, cemas dan mungkin panik. Mungkin saya tidak mengutarakannya secara langsung, tapi semua kelemahan dan ketakutan itu semua terus berputar di dalam pikiran saya. Akhirnya saya pun belajar bahwa di balik kelemahan dan ketakutan itu ternyata ada hal yang lebih besar, yaitu kekuatan Tuhan.
Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
2 Korintus 12:10 / 2 Corinthians 12:10 [NIV]
That is why, for Christ’s sake, I delight in weaknesses, in insults, in hardships, in persecutions, in difficulties. For when I am weak, then I am strong.
Secara pribadi, saya mempelajari dua hal penting:
- Bersuka di saat susah
- Saya kuat disaat saya lemah
Kelemahan yang Dipakai Menjadi Kekuatan
Saya mau berbagi kisah pengalaman saya bersama Tuhan dimana saya benar – benar mengalami kekuatan Tuhan di saat saya lemah. Kisah saya berawal ketika saya ditunjuk untuk bekerja di salah satu Community Legal Centre di Australia, atau sering disebut dengan Law Clinic. Tempat ini adalah tempat dimana saya dan rekan kerja saya memberikan bantuan kepada orang – orang yang tidak mengerti tentang hukum, dengan tujuan membantu masyarakat yang tidak mampu untuk mempunyai akses ke “justice system”. Bantuan ini diberikan mengingat kenyataan bahwa masih banyak orang – orang yang diberikan hukuman atau yang harus menjadi narapidana karena mereka tidak mengerti ketentuan hukum yang berlaku. Bantuan ini pun diberikan tanpa dipungut biaya kepada mereka yang tidak mengerti ketentuan hukum.
Sebenarnya, untuk masuk bekerja di tempat tersebut cukup mustahil bagi saya. Banyak ketentuan dan syarat yang harus saya penuhi agar bisa bekerja di tempat ini. Saya adalah orang Indonesia yang menuntut ilmu di Australia. Menurut saya, kelemahan yang ada pada saya saat itu adalah nilai IELTS dengan rata-rata point 7 dan nilai menulis (writing) di point 5,5. Saya rasa sangat mustahil kalau saya akhirnya bisa diterima dengan kemampuan berbahasa Inggris saya yang demikian.
Kenyataan menakutkan berikutnya yang harus saya hadapi adalah bertemu dan bekerja sama dengan pengacara lokal, dimana saya harus siap dengan tantangan dalam berkomunikasi. Hal ini semakin membuat saya takut, khawatir dan jadi kurang percaya diri. Keinginan untuk menyerah pun sempat beberapa kali hadir dalam pikiran saya. namun, satu hal yang saya percaya bahwa Tuhan memberikan kesempatan kepada saya untuk bekerja di tempat ini tidak secara kebetulan dan pasti ada maksud dan tujuannya. Memang betul, ada harga yang harus saya bayar, saya harus datang lebih awal setiap hari untuk membenahi catatan saya.
Namun, siapa yang menyangka, bahwa kelemahan saya miliki saat itu ternyata membantu saya. Banyak dari klien saya yang juga terbatas dalam berbahasa Inggris, jadi saya mengerti betul perasaan mereka dan bisa memahami perasaan mereka. Di saat itu saya merasa bisa berempati dan bisa menolong mereka secara efektif. Saya mampu melihat diri saya sama seperti mereka yang memiliki keterbatasan dalam berbahasa, dan di saat itulah muncul keterbukaan dan relasi antara saya dan mereka. Klien saya dengan sukarela untuk memberitahukan permasalahan dengan informasi yang lengkap, sehingga saya dapat mengerti kondisi klien dengan lebih cermat. Hal ini dapat membantu “service provider” (pelayan) untuk memberikan kebutuhan yang sesuai kepada “service user” (penerima).
Saya yang tidak mampu, Tuhan mampukan untuk saya tidak menyerah, tetap berusaha dan tetap percaya
Pada kesempatan itu saya belajar untuk melayani orang, bukan dari posisi yang nyaman (posisi di atas), tapi dari posisi yang mungkin tidak nyaman juga untuk saya secara pribadi (dari bawah) dan itu adalah pengalaman yang luar biasa. Tuhan Yesus hebat! Disinilah pelajaran berharga yang saya dapatkan untuk bersukacita dalam kelemahan. Saya mengasihi diri sendiri bukan dari kehebatan dan kemampuan saya, tapi di dalam kelemahan saya. Saya yang tidak mampu, Tuhan mampukan untuk saya tidak menyerah, tetap berusaha dan tetap percaya. Saya menjadi seseorang yang lebih kuat. Disaat kita lemah, ingatlah, disaat itulah kita kuat!
Tulisan ini diterjemahkan oleh Putri Eveline
Sparks! merupakan sarana renungan kristen yang bertujuan untuk memperlengkapi kehidupan saat teduh setiap orang percaya. Sparks! akan membagikan konten renungan dalam berbagai topik mulai dari doa, iman, keselamatan, kasih, komunitas, keluarga, dan masih banyak lagi. Jika setelah membaca artikel ini anda tergerak untuk berkontribusi melalui wadah ini, anda dapat menghubungi kami melalui email ke daylightworks@gmail.com.
Thanks untuk renungannya! Kesaksiannya sangat memberkati!
LikeLike
Setelah baca renungan ini jadi menyadari dan bersyukur lagi akan kebaikan Tuhan dalam kondisi yg buruk sekalipun. Thankyou for sharing!
LikeLike
Thankyou ya tulisan kamu uda jadi berkat buat aku dan uda di remind lgi akan kebaikan Tuhan yg gak ada abisnya!
LikeLike
Thank you! Share more like this!
LikeLike
I feel blessed, setuju ketika kt tidak nyaman sebenarnya kita aman, thanks for sharing!!
LikeLike